JAKARTA – Pemerintah Indonesia mempertimbangkan kebijakan pembatasan ekspor minyak sawit mentah (CPO) untuk memperkuat pelaksanaan program biodiesel B50 pada semester kedua tahun 2026.
Rencana ini muncul pertengahan Oktober 2025 sebagai bagian strategi nasional memperluas energi terbarukan berbasis sawit dan menjaga pasokan domestik.
Langkah ini melanjutkan program B35 yang berjalan sejak 2023 dan telah menyerap jutaan ton CPO untuk bahan bakar campuran solar domestik.
Pemerintah menegaskan bahwa pembatasan ekspor dilakukan bukan untuk menghambat perdagangan, tetapi untuk memastikan ketersediaan bahan baku biodiesel di pasar domestik. Pemerintah memproyeksikan program B50 akan meningkatkan konsumsi sawit domestik hingga 5,3 juta ton per tahun, sehingga perlu menyeimbangkan ekspor dan kebutuhan lokal.
Rencana pembatasan ekspor ini juga menjadi sinyal bahwa Indonesia semakin serius menjadikan biodiesel sebagai pilar utama transisi energi hijau nasional.
Potensi Dampak terhadap Pasar Global
Jika pemerintah benar-benar menerapkan kebijakan pembatasan ekspor, suplai sawit global akan berkurang karena Indonesia menyumbang lebih dari 55% ekspor dunia.
- Harga global berpotensi naik.
Penurunan pasokan dari Indonesia dapat mendorong kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) di bursa Malaysia dan Rotterdam. - Negara importir terdampak.
Pembeli besar seperti India, Tiongkok, dan Pakistan kemungkinan harus mencari alternatif pasokan atau menanggung biaya impor lebih tinggi. - Produsen lain bisa diuntungkan.
Malaysia dan Thailand mungkin memperoleh peluang untuk meningkatkan ekspor mereka guna menutup celah pasokan global.
Bagi pelaku industri dalam negeri, kebijakan ini memiliki dampak ganda:
- Positif bagi sektor energi:
Program B50 akan memperkuat permintaan domestik dan menciptakan pasar yang lebih stabil bagi petani serta produsen biodiesel. - Tantangan bagi eksportir:
Perusahaan yang selama ini bergantung pada pasar ekspor harus menyesuaikan strategi produksi dan distribusi agar tetap kompetitif di tengah perubahan kebijakan.
Selain itu, industri hilir sawit (refining dan oleokimia) dapat memperoleh manfaat tambahan karena bahan baku CPO yang sebelumnya diekspor akan tersedia lebih banyak di pasar lokal.
Konsistensi dengan Arah Hilirisasi Nasional
Kebijakan pembatasan ekspor ini sejalan dengan strategi hilirisasi sektor perkebunan yang dicanangkan pemerintah. Dengan menahan sebagian pasokan CPO untuk kebutuhan domestik, Indonesia berupaya mendorong pertumbuhan industri pengolahan serta energi berbasis sawit nasional.
Program B50 menargetkan pengurangan impor bahan bakar fosil, peningkatan nilai tambah sawit dan penguatan posisi Indonesia sebagai pemimpin energi nabati.
Pemerintah menargetkan bahwa pada saat program ini berjalan penuh, pangsa penggunaan domestik sawit bisa mencapai lebih dari 40% dari total produksi.
Meskipun kebijakan ini memiliki arah strategis yang jelas, implementasinya dapat menghadapi beberapa tantangan:
- Kapasitas produksi biodiesel yang perlu ditingkatkan agar dapat menyerap tambahan 5,3 juta ton CPO per tahun.
- Kesiapan infrastruktur distribusi bahan bakar B50, terutama di wilayah Indonesia timur.
- Potensi resistensi dari eksportir besar, yang khawatir kehilangan pangsa pasar internasional.
- Fluktuasi harga global, yang bisa mempengaruhi keseimbangan antara ekspor dan kebutuhan dalam negeri.
Pemerintah menyiapkan insentif fiskal dan skema pembiayaan khusus agar transisi menuju B50 berjalan lancar tanpa mengganggu daya saing industri.



